class="post-template-default single single-post postid-33 single-format-standard wp-embed-responsive layout-featuredbanner">
My Journal

Say Goodbye to The Plastic Straw

Beberapa minggu yang lalu, saya membaca berita dari harian New York Times tentang sebuah gambar sampah yang muncul dari perut paus sperma sebesar 33 kaki, diisi dengan 64 kg plastik – ya, 64 kg – yang telah hilang di pantai-pantai tenggara Spanyol. Di dalam perut dan ususnya terdapat kantung sampah, karung polypropylene, tali, ruas jaring, dan bahkan drum, di antara barang-barang plastik lainnya yang bukan merupakan biota laut.
 
Penyebab kematian paus tersebut disebabkan oleh radang selaput perut, karena paus tersebut telah menelan begitu banyak sampah plastik sehingga tidak bisa mengeluarkan kotoran lagi dari sistem pencernaannya.
 
Kejadian ini mengingatkan saya dengan peristiwa yang sama terjadi di Indonesia yaitu; 
Photo Source: sinarharapan.net 
– Paus di Pulau Kapota Wakatobi (19/11/2018) yang menelan sandal jepit, 25 kantung plastik, sampah gelas plastik sejumlah 115 buah, 4 botol plastik, dan ribuan sampah plastik lainnya dengan jumlah keseluruhan mencapai 5,9 kg berdasarkan pemeriksaan oleh Badan World Wide Fund for Nature (WWF) dan Pengurus Taman Nasional Wakatobi.
 
– Penyu di Pantai Congot Kulon Progo, Yogyakarta (10/11/2018) yang ditemukan mati oleh anggota Wild Water Indonesia dengan isi perutnya terdapat banyak sampah plastik.
 
– Dilansir melalui akun twitter Ibu Susi Pujiastuti (Menteri Perikanan) terdapat beberapa penyu yang saluran pernafasannya tersedak oleh sampah sedotan plastik.
 
Diperkirakan bahwa tiap tahunnya, 100.000 makhluk laut dan satu juta burung laut lainnya akan mati akibat keterikatan plastik.
 
Faktanya diprediksi bahwa pada tahun 2050 kelak akan ada lebih banyak sampah plastik di lautan daripada ikan. Apakah hal ini tidak membuat Anda khawatir? Coba pertimbangkan ini: Jika Anda sangat suka dan sering makan makanan laut, kemungkinan Anda ikut menelan 11.000 keping plastik kecil per tahunnya tanpa Anda sadari.
 
Sementara itu para ilmuwan telah menemukan sekitar 8 hingga 12 juta metrik ton plastik berakhir di lautan dunia setiap tahunnya, miliaran ton lainnya dibuang ke tempat pembuangan sampah. Juli 2018 lalu, National Geographic melaporkan bahwa sekitar 75% dari semua plastik yang dihasilkan berakhir sebagai limbah. Hanya 9% yang berhasil didaur ulang, dengan sebagian besar sisasnya membusuk di dasar laut yang akhirnya mencemari lautan.
 
Sedotan plastik merupakan salah satu masalah yang paling besar dari sampah plastik. Mengapa? Karena sampah sedotan plastik adalah sampah yang paling umum di temukan di pantai. Sedotan plastik juga termasuk dalam kategori bahan plastik yang paling sulit didaur ulang, namun paling mudah untuk diproduksi kembali. Alternatif yang dapat kita lakukan adalah menggantinya dengan sedotan dalam bentuk logam, kaca, bambu yang kini sudah mulai banyak dijual di pasaran. Bahkan sebenarnya sedotan bukanlah suatu kebutuhan primer yang keberadaannya dinomor satukan dan sangat penting untuk kebutuhan sehari-hari, kita bisa saja melewatkan bahkan tidak perlu menggunakan sedotan plastik karena keberadaannya dapat mengancam ekosistem bumi.
 
Selain itu, menurut saya perlu dicetuskannya Undang-Undang Mengenai Larangan Penggunaan Sedotan Plastik di Indonesia seperti yang sudah diterapkan oleh pemerintah New York City. Sehingga sudah tidak ada lagi cafe, restoran, dan bar yang menggunakan sedotan plastik sekali pakai. Lalu bagaimana dengan pabrik-pabrik yang memproduksi sedotan plastik? Pabrik-pabrik tersebut bisa diarahkan untuk mengganti bahan dasar produksinya menjadi logam, kaca, atau pun bambu. Mungkin awalnya mereka akan menolak karena akan merasa dirugikan, tapi kalau terus begini mau jadi apa bumi kita ini? Tidak mungkin kan menunggu sampai keadaan bumi berubah wujud seperti yang diilustrasikan pada Film Animasi Wall-E?
 
Menakjubkannya, setelah tragedi paus mati di Wakatobi mulai bermunculan gerakan-gerakan sosial anti sedotan plastik di Indonesia, bahkan restoran fast food seperti Mc Donald pun sudah mulai berhenti menyediakan sedotan plastik pada konsumennya. Begitu cepat tergeraknya hati dan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai bahaya yang akan terjadi di masa yang akan datang. Namun, hanya sekian dari ratusan juta rakyat Indonesia yang peduli akan hal ini. Bagaimana dengan Anda? Apakah termasuk dalam golongan orang-orang yang peduli dengan masa depan bumi kita?
 
Ketika pemerintah di panggung internasional bergulat dengan masalah ini secara politis dan para ilmuwan sebagai peran yang mencari jawabannya, kita dapat melakukan lebih banyak hal secara lokal, bahkan secara individual untuk mengubah kebiasaan kita dan memerangi masalah global ini. Jadi, setiap negara dapat mengambil tindakan terhadap undang-undang yang diusulkan. Ingatlah bahwa kita semua dapat melakukan banyak hal untuk melindungi biota laut dan masa depan bumi kita, karena kalau dibiarkan begitu saja keberadaan kita semua sebagai manusia pun akan punah. Mulailah dari diri sendiri, menyesap samudra tanpa jerami.
 
Bumi adalah satu-satunya planet yang dapat disinggahi, 
kalau bumi kita rusak, mau lari kemana kita nanti?

5 comments

  1. It’s a shame you don’t have a donate button! I’d most certainly donate to this superb blog! I suppose for now i’ll settle for book-marking and adding your RSS feed to my Google account. I look forward to fresh updates and will share this site with my Facebook group. Chat soon!|

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *